Selasa, 14 Juni 2016

Upaya Preventif terhadap Pencemaran Limbah Industri Tekstil


          Pencemaran lingkungan hidup akibat buangan limbah industri menjadi perhatian yang tidak pernah surut semenjak diberlakukannya UU Nomor 4 Tahun 1982 yang kemudian diubah mendadi UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Semakin banyak kasus pencemaran lingkungan hidup akibat buangan limbah industri, hal tersebut sangat mengganggu dan meresahkan kehidupan masyarakat serta mengancam kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pencemaran lingkungan hidup secara teoritis tersebut timbul apabila suatu zat atau energi dengan tingkat konsentrasi yang sedemikian rupa sehingga dapat mengubah kondisi lingkungan.
          Pencemaran ligkungan hidup dalam perspektif Undang-Undang adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat,  energi dan komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkugan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Sedangkan berdasarkan aspek teoritis dan yuridis, limbah industri tekstil merupakan salah satu komponen yang mengandung bahan organik dan anorganik yang dapat merusak kelestarian fungi lingkungan hidup. Dapat disimpulkan bahwa upaya preventif atau pencegahan terhadap pencemaran limbah industri tekstil adalah tidak nyata yang sulit terelakan dalam konstelasi pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.

          Hal penting yang berkaitan dengan upaya preventif atau pencegahan terhadap pencemaran limbah industri tekstil, antara lain:

1.   Karakteristik Limbah Industri Tekstil
Bentuk industri tekstil sangat bervariasi seperti permasalahan yang dihadapi oleh industri hilir yang berkonsentrasi pada proses penyempurnaan tekstil (finishing). Aktivitas industri tekstil pada umunya tetap menghasilkan limbah yang cukup variatif. Proses peyempurnaan tekstil mencakup beberapa proses seperti persiapan pencelupan atau pencapan yang meliputi penghilangan kanji (desizing), pemasakan (scouring), pemerasan (merzering), penggelantangan (bleaching). Proses lainnya adalah pencelupan (dyeing), pencapan (printing) dan penyempurnaan akhir.

2.   Upaya-Upaya Pencegahan Pencemaran Limbah Industri Tekstil
Pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah industri dapat mengganggu kehidupan masyarakat dan menurunkan kualitas lingkungan hidup. Oleh karena itu beberapa perusahaan industri tekstil nasional berusaha mencegah pencemaran tersebut.

Berlakunya UU Nomor 5 tahun 1984 merupakan langkah strategis-yuridis dalam mencegah berbagai kemungkinan negatif yang timbul akibat aktivitas industri pada umumnya. Berdasarkan realitas permasalahan limbah industri termasuk intensitas pencemaran limbah industri tekstil pada berbagai wilayah Indonesia. Upaya-upaya pencegahan oleh perusahaan-perusahaan industri tekstil sangat fundamental. Berikut ini beberapa upaya pencegahan pencemaran limbah industri tekstil:


a.  Penerapan Teknologi dan Produk Bersih

Program produk bersih memiliki makna penting untuk menciptakan suatu produk dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan. Menurut Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) yang memperkenakan pada tahun 1993, adalah strategi pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat pencegahan  (preventive) dan terpadu. Penerapan teknologi bersih secara aktual dapat diharapkan untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup akibat buangan limbah industri, tetapi yang menjadi habatan adalah kualitas sumber daya manusia, dana pendukung operasional, kesadaran serta disiplin dalam menjalankan rencana-rencana kegiatan dilapangan.  


b.  Pengolahan Limbah Cair Industri Tekstil

Upaya pegolahan limbah cair industri tekstil membutuhkan ketegasan terhadap konsep yang akan digunakanya yaitu mengtamakan salah satu seperti proses kimia, biologi, dan fisika atau menggabungkan ketiganya. Upaya tersebut disesuaikan dengan kondisi kemampuan perusahaan industri tekstil bersangkutan menerapkan dan memanfaatkan konsep pengolahan yang tersedia dalam rutinitas kegiatan bisnisnya.


c.  Minimasi Limbah Cair Industri Tekstil


Upaya minimasi limbah cair industri tekstil dalam perspektif teoritis atau praktis, dikenal daa beberapa cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan industri tekstil dalam kegiatanya. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan cara pengurangan limbah dan proses daur ulang. Upaya internal dapat dilakukan oleh perusahana-perusahaan industri tekstil sesuai dengan kondisi kemampuannya adalah perencanana proses produksi yang baik, akurat dan cermat mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia pembantu yang rendah beban pencemaran, pengontrolan pemakaian air yang hemat dan efisien, memanfaatkan dan menggunakan kembali (reuse) bahan-bahan kimia yang terdapat dalam limbah cair untuk keperluan produksi. Sedangkan upaya eksternal yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan industri tekstil adalah upaya memantau limbah hasil pasca proses kegiatan minimasi limbah.




Studi Kasus
Sungai Ciparungpung Tercemar Limbah


Bandung, Kompas - Warga Kelurahan Cicaheum, Kecamatan Kiaracondong, mendesak Pemerintah Kota Bandung segera menindak pabrik yang mencemari Sungai Ciparungpung. Alasannya, pencemaran itu semakin mengancam kelangsungan hidup warga setempat.

Nengsi (50), warga RT 03 RW 07, menjelaskan, sudah 10 tahun air sungai berwarna biru kehitaman dan memunculkan bau tak sedap. Kadang warnanya merah tua, kadang kekuningan," kata Nengsi kepada Wali Kota Bandung Dada Rosada di Cicaheum, Kamis (29/1).

Ridwan (45), warga, mengatakan, Sungai Ciparungpung juga kerap meluap dan merendam rumah warga saat hujan turun. Sebagian tanggul hanya berupa tumpukan batu sehingga tidak mampu menahan air. Untuk itu, Wali Kota diminta memperbaiki tanggul.

"Tahun 1998 terjadi banjir besar karena tanggul sungai jebol. Kalau sekarang ini banjirnya 20-30 cm setiap turun hujan. Kami khawatir akan terjadi banjir besar lagi kalau tanggul tidak segera diperbaiki," kata Henny, Ketua RW 07 Kelurahan Cicaheum. Melihat fakta di lapangan, Dada memerintahkan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Bandung Nana Supriatna segera mengetes air guna mengetahui tingkat pencemarannya. "Saya meminta camat dan Kepala BPLH untuk memeriksa sumber pencemaran. Kalau terbukti ada pabrik yang membuang limbah tanpa IPAL (instalasi pembuangan air limbah), izinnya bisa dicabut," kata Dada seraya berjanji memperbaiki tanggul yang rusak.

Menurut Nana, ada tiga pabrik yang berdiri di dekat Sungai Ciparungpung. Dia berjanji segera memanggil pemilik ketiga pabrik itu. Namun, sebelumnya akan dilakukan pemeriksaan lapangan, terutama menyangkut IPAL.

"Pada Senin (2/2) saya mengundang para pemilik pabrik. Semoga segera ada penjelasan sehingga kami tahu harus bertindak apa, ujar Nana tanpa menyebutkan nama ketiga pabrik tersebut.

Analisa

Pembuangan limbah pabrik tekstil terbukti melanggar ketentuan pidana UUPPLH yakni melanggar pasal 20 (baku mutu lingkungan) dan 98 (saknsi pidana) UU No. 32 tahun 2009. BPK dapat melakukan pengawasan dalam hal salah satunya terdapat kerugian pada negara meskipun dalam UU No. 32 tahun 2009 tidak disebutkan secara explisit tentang pengaturan BPK namun berlaku asas lex specialis derogate lex generalis. Rencana pemerintah untuk membenahi Sungai Citarum tidak bertentangan dengan kewenangan pemerintah daerah hal tersebut sesuai dengan pasal 63 ayat 2 huruf a UU.No.32 tahun 2009.

UUPPLH tidak menetapkan berapa jumlah anggaran alokasi dana untuk rehabilitasi lingkungan hidup namun berdasar pasal 46, pemerintah hanya diwajibkan menganggarkan alokasi dana untuk rehabilitasi lingkungan hidup. Alokasi dana yang dikeluarkan pemrintah untuk rehabilitasi lingkungan hidup tidak bertentangan dengan UUPPLH. Upaya yang dapat dilaukan pemerintah dapat melalui preventi (pencegahan pasal 71 – 75) dan represif (ketentuan pidana pasal 87-123). UUPPLH masih meduduki posisi yang pendting bagi masyarakat dalam menjalankan kegiatan yang berkenaan dengan lingkungan hidup. Kurangnya kesadaran para pengusaha akan pentingnya lingkungan hidup.

Solusi

Untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup maka dibutuhkanlah pengelolaan limbah yang baik dan benar, pengelolaan limbah diatur dalam pasal 59 UU No. 32 Tahun 2009 mengenai pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang dilakukan dengan:
  • Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.
  • Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa, pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.
  • Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.
  • Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
  • Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin.
  • Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.
  • Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.


sumber: