Kamis, 19 Januari 2017

SISTEM PENGURASAN DAN PENYALURAN AIR OTOMATIS PADA KAWASAN INDUSTRI

LAPORAN PENELITIAN

SISTEM PENGURASAN DAN PENYALURAN AIR OTOMATIS PADA KAWASAN INDUSTRI




Disusun Oleh:


            Nama/ NPM                            : Diah Astuti / 32414947
Kelas                                       : 3ID07
Dosen                                      : Syariffudin Nasution






JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK

2017



BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Semakin minimnya lahan di kawasan industri menyebabkan pabrik yang dibangun tidak memiliki tempat penampungan air hujan dan sistem penyaluran air yang memadai. Idealnya, sebuah pabrik atau bangunan yang baik dilengkapi dengan penampungan air yang dapat menampung air yang berasal dari air sisa industri maupun air hujan. Selain sebagai sumber resapan air yang nantinya dapat menjadi persediaan air dalam tanah, adanya tempat penampungan air ini juga sangat bermanfaat untuk mencegah banjir, terutama saat musim hujan. Namun sayangnya, tidak pabrik atau bangunan memiliki tempat penampungan air. Bilapun ada, tempat penampung air hujan belum dilengkapi dengan mesin pengurasan air yang dapat menguras air secara otomatis sehingga apabila tempat penampungan tersebut sudah penuh akan menyebabkan air overload atau banjir.
Seringnya banjir yang terjadi di kawasan industri yang disebabkan oleh hujan menyebabkan kerugian yang sangat besar karena beberapa komponen dan barang-barang industri terendam air. Sementara itu, pengusaha juga tidak sempat mengamankan produk dan lainnya yang ada di gudang. Hal tersebut berpengaruh pada keterlambatan pengiriman barang serta aktivitas produksi terhenti.
Oleh karena itu, peneliti ingin membuat suatu sistem yang dapat mengatasi atau meminimalisasi masalah banjir yang terjadi di kawasan industri hampir setiap tahun dengan intensitas dampak yang berbeda, yaitu sistem pengurasan dan penyaluran otomatis. Harapannya dengan adanya sistem ini dapat mengurangi atau mencegah banjir karena air yang meluap apabila turun hujan sehingga aktivitas produksi tidak terganggu.

1.2       Perumusan Masalah
Perumusan masalah berisi masalah yang akan dibahas berdasarkan latar belakang yang ada. Masalah yang akan dibahas adalah bagaimana membuat suatu sistem pengurasan air otomatis pada kawasan industri yang dapat meminimalisir bahkan mencegah banjir apabila turun hujan.

1.3       Pembatasan Masalah
Batasan masalah diperlukan agar pembahasan tidak melenceng dari topik utama dan agar masalah dibahas dengan lebih terarah serta lebih rinci. Batasan-batasan masalah dalam penulisan ini diantaranya adalah:
1.        Sistem pengurasan air otomatis yang akan dibuat merupakan sistem baru.
2.        Air yang akan ditampung pada tempat penampungan air hanya air yang berasal dari air hujan.

1.4       Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan berisi tujuan-tujuan yang ingin dicapai dari penyelesaiian masalah yang ada. tujuan-tujuan yang ingin dicapai pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Membuat sistem pengurasan air otomatis di kawasan industri yang dapat meminimalisir dan   mencegah banjir saat hujan.
2.  Mengetahui apakah sistem yang dibuat dapat berjalan dengan baik dan menyelesaikan permasalahan yang ada.



BAB II
LANDASAN TEORI

2.1       Pengertian Banjir
Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut. Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.

Aliran Permukaan = Curah Hujan – (Resapan ke dalam tanah + Penguapan ke udara)

Air hujan sampai di permukaan Bumi dan mengalir di permukaan Bumi, bergerak menuju ke laut dengan membentuk alur-alur sungai. Alur-alur sungai ini di mulai di daerah yang tertinggi di suatu kawasan, bisa daerah pegunungan, gunung atau perbukitan, dan berakhir di tepi pantai ketika aliran air masuk ke laut. Secara sederhana, segmen aliran sungai itu dapat kita bedakan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir.
1.      Daerah hulu: terdapat di daerah pegunungan, gunung atau perbukitan. Lembah
sungai sempit dan potongan melintangnya berbentuk huruf “V”. Di dalam alur sungai banyak batu yang berukuran besar (bongkah) dari runtuhan tebing, dan aliran air sungai mengalir di sela-sela batu-batu tersebut. Air sungai relatif sedikit. Tebing sungai sangat tinggi. Terjadi erosi pada arah vertikal yang dominan oleh aliran air sungai.
2.  Daerah tengah: umumnya merupakan daerah kaki pegunungan, kaki gunung atau kaki bukit. Alur sungai melebar dan potongan melintangnya berbentuk huruf “U”. Tebing sungai tinggi. Terjadi erosi pada arah horizontal, mengerosi batuan induk. Dasar alur sungai melebar, dan didasar alur sungai terdapat endapan sungai yang berukuran butir kasar. Bila debit air meningkat, aliran air dapat naik dan menutupi endapan sungai yang di dalam alur, tetapi air sungai tidak melewati tebing sungai dan keluar dari alur sungai.
3.  Daerah hilir: umumnya merupakan daerah dataran. Alur sungai lebar dan bisa sangat lebar dengan tebing sungai yang relatif sangat rendah dibandingkan lebar alur. Alur sungai dapat berkelok-kelok seperti huruf “S” yang dikenal sebagai “meander”. Di kiri dan kanan alur terdapat dataran yang secara teratur akan tergenang oleh air sungai yang meluap, sehingga dikenal sebagai “dataran banjir”. Di segmen ini terjadi pengendapan di kiri dan kanan alur sungai pada saat banjir yang menghasilkan dataran banjir. Terjadi erosi horizontal yang mengerosi endapan sungai itu sendiri yang diendapkan sebelumnya.
Dari karakter segmen-segmen aliran sungai itu, maka dapat dikatakan bahwa :
1.      Banjir merupakan bagian proses pembentukan daratan oleh aliran sungai. Dengan banjir, sedimen diendapkan di atas daratan. Bila muatan sedimen sangat banyak, maka pembentukan daratan juga terjadi di laut di depan muara sungai yang dikenal sebagai “delta sungai”.
2.      Banjir yang meluas hanya terjadi di daerah hilir dari suatu aliran dan melanda dataran di kiri dan kanan aliran sungai. Di daerah tengah, banjir hanya terjadi di dalam alur sungai. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa banjir adalah peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di selokan sungai.

2.2       Penyebab Terjadinya Banjir
            Berikut ini merupakan penyebab terjadinya banjir yang melanda Indonesia antara lain sebagai berikut :
1.      Saluran Air yang Buruk
Pada kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan lainnya yang kerap terjadi biasanya dikarenakan saluran air yang mengalirkan air hujan dari jalan ke sungai sudah tidak terawat. Banyak saluran air di perkotaan yang tertutup sampah, memiliki ukuran yang kecil, bahkan tertutup beton bangunan sehingga fungsinya sebagai saluran air tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya lalu kemudian terjadi genangan air di jalanan yang menyebabkan banjir.
2.      Daerah Resapan Air yang Kurang
Selain karena saluran air yang buruk ternyata daerah resapan air yang kurang juga mempengaruhi suatu wilayah dapat terjadi banjir. Daerah resapan air merupakan suatu daerah yang banyak ditanami pohon atau yang memiliki danau yang berfungsi untuk menampung atau menyerap air ke dalam tanah dan disimpan sebagai cadangan air tanah. Akan tetapi karena di daerah perkotaan seiring meningkatnya bangunan yang dibangun sehingga menggeser fungsi lahan hijau sebagai resapan air menjadi bangunan beton yang tentunya akan menghambat air untuk masuk ke dalam tanah. Sehingga terjadi genangan air yang selanjutnya terjadi banjir.
3.      Penebangan Pohon Secara Liar
Pohon memiliki fungsi untuk mempertahankan suatu kontur tanah untuk tetap pada posisinya sehingga tidak terja dilongsor, selain itu pohon juga memiliki fungsi untuk menyerap air sebagaimana telah disebutkan pada poin sebelumnya. Jika pada wilayah yang seharusnya memiliki pohon yang rimbun seperti daerah pegunungan ternyata pohonnya ditebangi secara liar, maka sudah pasti jika terjadi hujan pada daerah tersebut air hujannya tidak akan diserap ke dalam tanah tetapi akan langsung mengalir ke daerah rendah contohnya daerah hilir atau perkotaan dan perdesaan yang menyebabkan banjir.
4.      Sungai yang Tidak Terawat
Sungai sebagai media mengalirnya air yang tertampung dari hujan dan saluran air menuju kelaut lepas tentunya sangat memegang peranan penting pada terjadi atau tidaknya banjir di suatu daerah. Jika sungainya rusak dan tercemar tentu fungsinya sebagai aliran air menuju kelaut akan terganggu dan sudah dipastikan akan terjadi banjir. Biasanya kerusakan yang terjadi di sungai yaitu endapan tanah atau sedimentasi yang tinggi, sampah yang dibuang ke sungai sehingga terjadi pendangkalan, serta fungsi sempa dan sungai atau bantaran sungai yang disalah gunakan menjadi pemukiman warga.
5.      Kesadaran Masyarakat yang Kurang Baik
Sikap masyarakat yang kurang sadar terhadap lingkungan juga ternyata sangat berpengaruh pada resiko terjadinya banjir. Sikap masyarakat yang kurang sadar mengenai membuang sampah agar pada tempatnya, menjaga keasrian lingkungan, dan pentingnya menanami pohon menjadi faktor yang sangat penting untuk terjaganya lingkungan dan agar terhindar dari bencana banjir. Selain dapat menghindarkan banjir, sikap peduli lingkungan juga dapat menyehatkan dan tentunya akan meningkatkan taraf hidup masyaraktnya. Dari kelima faktor di atas memang nampaknya kesadaran dari masyarakat untuk menjaga lingkungan sekitar sangat penting agar dapat terhindar dari banjir. Sangat percuma atau bahkan sia-sia jika program pemerintah dalam menanggulangi banjir seperti membangun kanal banjir, memugar saluran air, mengeruk sungai dari sedimentasi, dan yang lainnya jika tidak didukung oleh kesadaran warganya terhadap menjaga lingkungan.

2.3       Perencanaan Sistem Penyaluran Air Hujan
            Pembuangan air hujan gedung dan cabang-cabang mendatar ukuran saluran pembuangan air hujan gedung dan setiap pipa cabang datarnya dengan kemiringan 4% atau lebih kecil, harus harus didasarkan atas jumlah daerah drainase yang dilayaninya. Direncanakan pip pembuangan air hujan dan cabang-cabang mendatarnya memiliki kemiringan 2%.
   1.  Drainase Bawah Tanah
Ukuran pipa drainase bawah tanah yang dipasang di bawah lantai atau di sekeliling tembok luar gedung harus > 4 inci.
2.  Talang Tegak Air Hujan
Ukuran talang tegak didasarkan pada luas atap yang dilayaninya dn sesuai talang diatas. Bila talang tersebut dapat tambahan air hujan, harus ditambah dengan perhitungan 50% luas dinding terluas yang dianggap sebagai atap.
3. Setiap gedung yang direncanakan harus mempunyai perlengkapan drainase untuk menyalurkan air hujan dari atap dan halaman (dengan pengerasan) di dalam persil ke saluran pembuangan kota.
            a. Pengaliran Air Hujan dengan dua Cara
1)  Sistem Gravitasi. Melalui pipa dari atap dan balkon menuju lantai dasar dan dialirkan langsung ke saluran kota.
2)    Sistem Bertekanan (Storm Water). Air hujan yang masuk ke lantai basement melalui ramp dan air buangan lain yang berasal dari cuci mobil dan sebagainya dalam bak penampungan sementara (sump pit) di lantai basement terendah untuk kemudian dipompakan keluar menuju saluran kota.
             b.      Peralatan Sistem Drainase dan Air Hujan
1)  Pompa Drainase (Storm Water Pump). Pompa drainase berfungsi untuk memompakan air dari bak penampungan sementara menuju saluran utama bangunan. Pompa yang digunakan adalah jenis submersible pump (pompa terendam) dengan sistem operasi umumnya automatic dengan bantuan level control yang ada di pompa dan system parallel alternative.
2)   Pipa Air Hujan. Pipa air hujan berfungsi untuk mengalirkan air hujan dari atap menuju riol bangunan. Bahan yang dipakai adalah PVC klas 10 bar.
3)      Roof Drain. Roof Drain berfungsi sama dengan floor drain, hanya penempatannya di atap bangunan dan air yang dialirkan adalah air hujan. Bahan yang dipakai adalah cast iron dengan diberi saringan berbentuk kubah di atasnya.
4)   Balcony Drain. Berfungsi sama seperti roof drain, hanya penempatannya pada balkon.



BAB III
PEMBAHASAN

3.1       Identifikasi Masalah
Penampungan air yang sudah saat ini hanya dapat berfungsi sebagai penampung air saja dan pengurasan air masih dilakukan secara manual ataupun dengan mesin penguras air dimana mesin tersebut juga harus dipasang secara manual apabila tempat penampung air dirasa sudah penuh. Oleh karena itu, terkadang terjadi overload atau banjir karena penampung air sudah tidak bisa lagi menampung air, terutama saat hujan turun. Hal ini disebabkan karena air yang ditampung belum dikuras sedangkan untuk melakukan pengurasan diperlukan mesin yang harus dipasang tiap kali pengurasan air akan dilakukan. Hal tersebut tentu saja sangat merepotkan dan sangat merugikan pabrik-pabrik terutama apabila tidak adanya saluran pembuangan air yang dapat langsung mengalirkan air, sementara pengurasan harus dilakukan secara berkala apabila penampung air sudah penuh dan air harus segera dialirkan kesaluran pembuangan. Tujuan yang ingin dicapai dengan dibuatnya sistem pengurasan dan penyaluran air otomatis di kawasan industri adalah menguras air lebih cepat dengan melakukan pengurasan air secara otomatis, memberikan ruang lebih untuk penampungan air dengan secara berkala melakukan pengurasan apabila air yang ditampung sudah mencapai batas tertentu, mengalirkan air kesaluran pembuangan air terdekat secara otomatis, dan mencegah terjadinya banjir di kawasan industri atau overload lebih lama sehingga tidak aktivitas produksi tidak terganggu. Sistem ini dapat diterapkan di pabrik-pabrik pada kawasan industri untuk mencegah terjadinya banjir.

3.2   Flowchart untuk Sistem Pengurasan dan Penyaluran Air Otomatis pada Kawasan Industri


Sistem dimulai dengan datangnya air hujan, dimana selanjutnya air hujan tersebut akan masuk ketempat penampungan air. Volume air yang masuk akan terus diuku roleh sensor yang terdapat di dalam tempat penampungan air tersebut. Apabila air mencapai batas maksimal, maka sensor akan menyala dan otomatis akan membuat mesin penguras air juga menyala dan apabila volume air belum mencapai batas maksimal, sensor dan mesin tidak akan menyala. Apabila mesin sudah menyala maka proses pengurasan dan penyaluran air akan berjalan. Air akan dikuras kemudian dialirkan melalui pipa kesaluran pembuangan air terdekat. Mesin akan berhenti melakukan pengurasan apabila volume air sudah mencapai batas minimal. Bila sudah mencapai batas minimal, proses pengurasan akan berhenti dan mesin kembali mati.

3.3   Bagan untuk Sistem Pengurasan dan Penyaluran Air Otomatis pada Kawasan Industri


3.4       Penampungan Air Sebelum Menggunakan Mesin Penguras Air Otomatis
Penampungan air yang sudah ada adalah penampungan air yang belum dilengkapi dengan mesin penguras air otomatis sehingga pengurusan air hanya mengandalkan mesin penguras yang harus dipasang terlebih dahulu secara manual ataupun hanya mengandalkan penyerapan air ke tanah dari lubang-lubang kecil yang terdapat pada dasar tempat penampungan air.
Tempat penampungan air memiliki ukuran 1 m x 1 m dengan kedalaman 1,5 meter sehingga jumlah keseluruhan air yang dapat ditampung adalah 1,5 m3. Apabila mengandalkan penyerapan air ke tanah maka jumlah air yang dapat terserap adalah sebanyak 0,01 m3 setiap 10 menit. Lamanya waktu tempat penampungan air dapat menampung air sebelum terjadi banjir bergantung pada curah hujan dan untuk menghitungnya pertama-tama dapat dilakukan dengan cara menghitung jumlah air hujan yang masuk ke dalam tempat penampungan (jumlah air yang bertambah) setiap 10 menit.

 Banyaknya jumlah air yang bertambah setiap 10 menit = Jumlah curah hujan – jumlah air yang menyerap melalui lubang penyerapan

Kemudian dilanjutkan dengan menghitung:

Lama waktu hingga tempat penampungan air penuh = (Jumlah kapasitas total tempat penampungan air : banyaknya jumlah air yang bertambah setiap 10 menit) x 10 menit


3.5       Penampungan Air Setelah Menggunakan Mesin Penguras Air Otomatis
Ukuran tempat penampungan air setelah menggunakan mesin penguras air otomatis sama dengan ukuran tempat penampung air sebelum menggunakan mesin penguras air otomatis yaitu 1 m x 1 m dengan kedalaman 1,5 m. Kapasitas maksimalnya adalah 1,5 m3. Namun pada tempat penampungan air ini dilengkapi dengan dua buah sensor yang dapat menggambarkan kondisi air apabila sudah mencapai volume minimal yaitu 0,3 m3 dan apabila air sudah mencapai batas volume maksimal yaitu 1,2 m3. Apabila volume air sudah mencapai batas maksimal, maka sensor akan menyala dan otomatis akan menyalakan mesin sehingga mesin akan melakukan pengurasan otomatis dan menyalurkan air ke tempat pembuangan air melalui pipa. Mesin akan terus melakukan pengurasan dan akan berhenti apabila volume air sudah mencapai batas minimal. Kemampuan mesin dalam melakukan pengurusan air adalah sebanyak 0,05 m3 tiap 10 menit.
Dengan menggunakan mesin pengurasan air otomatis, banjir tidak akan terjadi apabila:
1.        Mesin tersambung dengan listrik dan dalam kondisi baik (tidak mengalami kerusakan)
2.        Pipa dan saluran pembuangan air tidak tersumbat oleh kotoran, lumut, atau kerikil.
3.     Curah hujan yang turun tidak melebihi batas kemampuan air yang dapat dikuras oleh mesin tiap 10 menit.
Kesimpulan:
  • Apabila curah hujan yang turun < daya kuras mesin, maka air akan terus berkurang dari batas maksimal dan pengurasan akan berhenti apabila volume air sudah mencapai batas minimal.
  • Apabila curah hujan yang turun > daya kuras mesin, maka air akan terus bertambah dari batas maksimal namun banjir bisa lebih lama dicegah

Berikut ini merupakan sistem penguras dan penampungan air yang dapat diterapkan di pabrik-pabrik kawasan industri.





BAB IV
KESIMPULAN

4.1       Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penulisan ini berdasarkan tujuan penelitian yang ada adalah:
1.    Berdasarkan permasalahan banjir yang sering terjadi di kawasan industri, dapat dirancang dan dibuat sebuah sistem pengurasan air otomatis yang dapat meminimalisir dan mencegah banjir saat hujan yang dapat diterapkan di pabrik-pabrik kawasan industri. Sistem pengurasan air ini melibatkan tempat penampungan air yang berukuran 1 m x 1 m dengan kedalaman 1,5 m, sebuah mesin penguras air otomatis, sensor pengukur volume air, pipa dan saluran pembuangan air.
2.   Setelah sistem dibuat, maka dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah sistem yang dibuat dapat berjalan dengan baik dan menyelesaikan permasalahan yang ada. Apabila semua komponen dalam sistem dalam kondisi yang optimal maka sistem dapat berjalan dengan baik. Mesin akan mulai menguras air apabila volume air sudah mencapai batas sensor minimal dan akan terus menguras air hingga volume mencapai batas sensor maksimal. Hal ini berlaku apabila curah hujan lebih sedikit daripada jumlah air yang dapat dikuras mesin dalam setiap 10 menit. Sistem tersebut terdapat ruang lebih untuk penampungan air karena secara berkala dilakukan pengurasan apabila air yang ditampung sudah mencapai batas tertentu, air dapat dialirkan ke saluran pembuangan air terdekat secara otomatis dan mencegah terjadinya banjir atau over load lebih lama.

4.2       Saran
Saran diperlukan untuk perbaikan dalam laporan penelitian agar lebih baik kedepannya. Saran-saran yang dapat diberikan agar penulisan makalah ini menjadi lebih baik lagi. Berikut ialah saran yang diberikan dalam laporan penelitian diantaranya, adalah sebagai berikut:
1.   Memperbanyak literatur maupun referensi yang digunakan sehingga lebih banyak informasi yang dapat diperoleh berkaitan dengan masalah yang dibahas.
2.   Memperbanyak diskusi untuk membahas apa saja kelebihan maupun kekurangan dari hasil laporan yang dibuat.



 DAFTAR PUSTAKA